Minggu, 02 November 2008

MAKALAH GERAKAN SOSIAL

Resistensi Ahmadiyah di Indonesia
(Studi Deskriptif Tentang Jema’at Ahmadiyah
di Bubutan Surabaya)



PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2008





Disusun Oleh:

1. Darul Khotimah (064564022)
2. Sobirin (C) (064564023)
3. Anis Wahyuningtyas (064564202)
4. Veni Anggraini (064564204)























BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun 1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi.[10] Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat ke Jakarta, ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara. Di tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953.
Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera. Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di awal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya (MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia.
Status Ahmadiyah di berbagai Negara, seperti Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai non-muslim. Pada tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu "orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir. Penganut Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan kepercayaannya di Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri di luar Islam.Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang. Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk Ahmadiyah. Dan di Indonesia sendiri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980, lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005, yaitu sebagai berikut :

KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 11/MUNAS VII/MUI/15/2005
Tentang
ALIRAN AHMADIYAH


Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawaran Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426H./ 26-29 Juli 2005 M. setelah MENIMBANG :
a. Bahwa sampai saat ini aliran Ahmadiyah terus berupaya untuk mengembangkan pahamnya di Indonesia, walaupun sudah ada fatwa MUI dan telah dilarang keberadaannya;
b. Bahwa upaya pengembangan paham Ahmadiyah tersebut telah menimbulkan keresahaan masyarakat;
c. Bahwa sebagian masyarakat meminta penegasan kembali fatwa MUI tentang faham Ahmadiyah sehubungan dengan timbulnya berbagai pendapat dan berbagai reaksi di kalangan masyarakat;
d. Bahwa untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan menjaga kemurnian aqidah Islam, MUI memandang perlu menegaskan kembali fatwa tentang aliran Ahmadiyah.

MENGINGAT :
1. Firman Allah SWT.,
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi; dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Ahzab [33]: 40)
Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu di perintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa (QS. Al- An’am [6]: 153)
Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk…. (QS. Al-Ma’idah [5]: 105)

2. Hadist Nabi S.A.W.; A.l.:
Rasulullah bersabda: Tiadak ada Nabi sesudahku (HR. al-Bukhari).
Rasulullah bersabda: “Kerasulan dan kenabian telah terputus; karena itu, tidak ada Rasul maupun Nabi sesudahku (HR Tirmidzi)

MEMPERHATIKAN :
1. Keputusan Majma al-Fiqh al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) Nomor 4 (4/2) dalam Muktamar II di Jeddah, Arab Saudi, pada tanggal 10-16 Rabi’ al-Tsani 1406H./22-28 Desember 1985M tentang Aliran Qodiyaniyah, yang antara lain menyatakan; bahwa aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi sesudah Nabi Muhammad dan menerima wahyu adalah murtad dan keluar dari Islam karena mengingkari ajaran Islam yang qath’i dan di sepakati oleh seluruh Ulama Islam bahwa Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
2. Keputusan Majma’ al-Fiqh Rabitha’ Alam Islami.
3. Keputusan Majma’ al-Buhuts.
4. keputusan Fatwa MUNAS II MUI pada tahun1980 tentang Ahmadiyah Qodiyaniyah.
5. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT


M E M U T U S K A N


MENETAPKAN : FATWA TENTANG ALIRAN AHMADIYAH

1. Menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam)’
2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Aliran ahmadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang haq (al-ruju’ ila al-haqq), yang sejalan dengan al-Qur’an dan al-Hadis.
3. Pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.



Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H
29 Juli 2005 M




MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA,
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa


Ketua, Sekretaris,


K.H. MA’RUF AMIN HASANUDIN

Hal ini karena menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun masih menunggu kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi.
Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.
Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja.
Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.
Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia berpusat di bogor, yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi. Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
Oleh Karena itulah peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang Praktek Jema’at Ahmadiyah setelah adanya fatwa MUI dan keluarnya SKB (Surat Keputusan Bersama) pada 9 Juni 2008 oleh tiga menteri, yaitu Menteri Agama,Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam


B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, yaitu “ Bagaimana Resistensi Ahmadiyah di Indonesia? “


C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tentang bagaimana Resistensi Ahmadiyah di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian
Ø Teoritis
Untuk menambah wawasan keilmuan dalam mengkaji gerakan-gerakan keagamaan

Ø Praktis
Sebagai suatu masukan / literatur untuk melanjutkan dan mengembangkan penelitian-penelitian tentang gerakan keagamaan.
































BAB II
TINJAUAN TEORI


1. Teori Pertukaran
Dalam perspektif teori pertukaran, melihat sesuatu itu adalah sebagai proses aksi dan reaksi. Bila ada aksi, maka ada reaksi. Begitu pula dengan gerakan sosial, kondisi-kondisi di luar individu dan komunitas yang dirasakan sama akan menimbulkan reaksi dengan membentuk gerakan sosial. Namun demikian, kondisi-kondisi itu tidak serta merta menghasilkan gerakan sosial. Ketidaksetaraan, ketidakadilan dan masalah-masalah sosial itu harus diperpektifkan secara sama oleh individu dan masyarakat. Bila tidak, maka tidak terjadi gerakan sosial. Demikian pula, kondisi-kondisi yang mendukung atau menolak terjadinya reaksi harus pula diperspektifkan secara sama pula.

Persoalan tidak semudah itu. Oleh karena itu, Eric Hoffer (1988) menunjukkan bahwa gerakan sosial itu harus ditunjang oleh
(1) kelompok tersingkir dari kehidupan, antara lain kaum miskin (orang miskin baru, orang hina papa, orang miskin merdeka, orang miskin yang kreatif dan orang miskin yang bersatu),
(2) orang canggung,
(3) orang yang mementingkan diri sendiri,
(4) orang yang berambisi,
(5) kelompok minoritas,
(6) orang bosan,
(7) orang berdosa yang akan melakukan sebagai bagian dari penebusan atas dosanya.
Hal itu kemudian ditambah dengan unsur pengorbanan diri dan unsur pemersatu. Hal itu tidak cukup bila tidak ada manusia bijak, manusia fanatik dan manusia bertindak. Gerakan sosial dipelopori oleh manusia bijak, diwujudkan oleh manusia fanatik dan dipersatukan oleh manusia bertindak. Manusia bijak akan memberikan pengetahuan yang menjadi dasar ideologi suatu gerakan, manusia fanatik meyakini dan melaksanakan ideologi dan manusia bertindak menghimpun dan mengarahkan gerakan sosial.
George C. Homans kemudian menambahkannya dengan adanya proposisi persetujuan – agresi’ yaitu :
…Bila tindakan orang tidak mendapatkan hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan marah; besar kemungkinan ia akan melakukan yindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya.

2. Teori Konflik
Teori konflik melihat apa pun keteraturan yang terdapat daam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Jadi lebih melihat pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Menurut Dahrendorf masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”.Dengan demikian posisi tertentu dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Hal ini mengarahkan Dahrendorf bahwa perbedaan otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial.
Bahwa berbagai posisi di dalam masyarakat mempunyai kualitas otoritas yang berbeda. Dan otoritas tidak terletak pada diri individu tetapi pada posisi. Otoritas dalam setiap asosiasi bersifat dikotomi, karena itu hanya ada dua kelompok konflik yang terbentuk yaitu kelompok pemegang otoritas dan kelompok subordinat yang mempunyai kepentingan tertentu.yang arah substansinya saling bertentangan.
Menurut Lewis A. Coser beberapa susunan sosial bukan saja merupakan konsesus tetapi juga hasil dari konflik. Konflik dapat memperlihatkan batas-batas antar kelompok dan konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat identitas kelompok tersebut. Konflik secara fungsional positif sejauh ia memperkuat struktur atau secara fungsional negative bila melawan struktur. Dan yang menentukan konflik secara fungsional positif atau negative tergantung pada tipe issue yang merupakan subyek konflik tersebut.
3. Teori Pilihan Rasional
Pilihan rasional disinggung pertama kali oleh Weber dalam bentuk tindakan seorang individu dan apa yang melatar belakangi tindakan tersebut. Bentuk tindakan seorang individu yang tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuan, melainkan juga menentukan nilai dari tujuan itu. Seorang individu mempertimbangkan efektifitas relatif dari setiap cara dengan akibat-akibat yang mungkin bisa ditimbulkan lebih lanjut. Weber menekankan lebih lanjut penggunaan pilihan rasional pada aspek sosial dan ekonomi.



















BAB III
METODE PENELITIAN

A. Sifat Penelitain
Penelitian ini bersifat kualitatif. Sifat kualitatif dari penelitian dikarenakan makna tentang hal yang diteliti hanya dapat didekati dengan mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan dan dilakukan oleh subyek peneliti
Pendikatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis. Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan kaitannya terhadap orang orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Peneleitian juga berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek yang ditelitinya sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari hari.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan Bubutan Surabaya dimana terdapat komunitas jema’at Ahmadiyah dan masjid mereka. Sedangkan waktu penelitian dilakukukan pada bulan November.

C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah para jema’at Ahmadiyah yang masih menjalankan ajarannya di daerah Bubutan Surabaya.

D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, secara garis besar akan dilakukan dengan dua cara, yaitu penggalian data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
a. Obsevasi
b. In-depth Interview
Teknik wawancara yang akan dipakai untuk menggali data dalam penelitian ini ialah In-depth interview atau wawancara secara mendalam. Teknik ini digunakan agar diperoleh kedalaman, kekayaan serta kompleksitas data yang mungkin tidak didapatkan dari participant observert.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan In-depth interview, antara lain:
(1) getting in, berupa adaptasi peneliti agar bisa diterima dengan baik oleh subyek penelitian.
(2) setelah trust terbentuk, peneliti harus menjaganya dengan berperilaku dan berpenampilan sama seperti subjek penelitian.
Jika kedua hal tersebut dapat berjalan baik, maka akan tercipta rapport dari subjek penelitian, sehingga informasi-informasi dengan mudah diperoleh.
(3) agar lebih mudah mewawancarai subyek penelitian, peneliti akan mencari key informan atau informan kunci untuk memperoleh informasi. Dari key informan ini diharapkan akan diperoleh informan lain yang juga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti (snawball sampling).
Setelah informasi diperoleh, baik dari observasi maupun In-depth interview, peneliti akan menyusun kembali dalam bentuk field note atau catatan lapangan. Field note dimaksudkan untuk merekap berbagai informasi yang sudah didapatkan dengan tujuan agar tidak lupa, dikarenakan peneliti sebagai manusia tentunya memiliki keterbatasan, terutama daya serap dan daya ingat.

2. Data sekunder
Data sekunder akan diperoleh peneliti dari:
a. foto

E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif berupa cerita rinci dari para informan sesuai dengan ungkapan atau pandangan mereka apa adanya (termasuk hasil observasi) tanpa ada komentar, evaluasi dan interprestasi. Yang kedua berupa pembahasan yakni diskusi antara data temuan dengan temuan yang digunakan (kajian teoritik atas data temuan). Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada prisnsipnya berproses secara induksi-interprestasi-konseptualisasi. Data akan dikumpulkan dan dianalisis setiap akan meninggalkan lapangan. Secara umum sebenarnya proses analisis telah dimulai sejak peneliti menetapkan focus, permasalahan dan lokasi penelitian, Kemudian menjadi intensif ketika turun kelapangan.
Berdasarkan sejumlah teknik pengumpulan data dan dari berbagai unit analisis data yang telah diterapkan kriterianya, data dalam catatan lapangan akan dianalisis dengan cara melakukan pengahalusan bahan empiric yang masih kasar kedalam laporan lapangan. Dengan rencana ini berarti peneliti mulai melakukan penyederhanaan data menjadi beberapa unit informasi yang rinci tetapi sudah terfokus, dalam ungkapan asli responden sebagai penampakan emiknya.
Data kualitatif adalah yang bersumber dari catatan lapangan, setiap apa yang dilihat, didengar, dan dirasa oleh peneliti akan dikonversi kedalam catatan lapangan. Catatan lapangan ini kemudian akan diberi koding. Koding dimaksudkan untuk memudahkan pengelompokan-pengelompokan atas kecenderungan-kecenderungan dari temuan penelitian ini, atau kategorisasi.
Kemudian temuan tersebut akan disajikan secara deskriptif yang secara utuh dan menyeluruh dengan menggambarkan atau mendeskripsikan kondisi sebenarnya tentang masalah yang diambil.


BAB IV
SEJARAH DAN TOKOH PENDIRI AHMADIYAH

1. Sejarah Munculnya Paham Ahmadiyah di India
Pada Abad ke-19 adalah masa kolonialisme di India dengan kedatangan Bangsa Inggris. Pemerintah Inggris menggunakan politik memecah belah masyarakat India, terutama kalangan Hindu dan Muslim yang puncaknya terjadi pada tahun 1857[1]. Yaitu dengan adanya pemberontakan umat Islam, sehingga Kolonial Inggris meningkatkan pengawasan terhadap kelompok-kelompok Islam yang dianggap sebagai gerakan-gerakan radikal. Namun Kecurigaan pemerintahan Kolonial Inggris terhadap umat Islam India mulai berkurang sebagai akibat kerja keras seorang yang bernama Sayyid Ahmad Khan yang berhasil menyakinkan pemerintah Inggris. Menurut Sayyid Ahmad Khan terjadi keterpurukan umat Islam India yang disebabkan tidak atau kurang memiliki kemampuan dalam mengikuti perkembangan zaman, yaitu tidak mempelajari IPTEK yang berasal dari barat dan tidak bekerjasama dengan pihak Inggris.
Dalam kondisi umat muslim yang terpuruk seperti itu muncullah para mujadid yang bertugas dalam melakukan pembaharuan terhadap umat Islam India diantaranya adalah Sayyid Ahmad Sahid, Ahmad Khan, Amir Ali dan Abu Kalam Azad. Pada intinya mereka mngajarkan tentang pemurnian Agama Islam dari segala macam pencampuradukan dengan budaya setempat dan melarang taqlid[2] secara berlebihan dan menyarankan agar bersikap koperatif dengan pihak Inggris dan membangun umat lain dalam membangun kekuatan umat Islam untuk kemerdekaan India.
Hal ini mengakibatkan adnya polarisasi dua kekuatan, yaitu umat Hindhu dan umat Islam. Dua kelompok kekuatan ini memiliki perspektif beerbeda tentang India saat merdeka nanti. Umat Hindhu yang mengandung nilai-nilai dan luhur, namun tidak mengandung suatu konsep yang sistematis tentang Negara atau politik. Sedangkan umat Islam mengandung syariat dan tidak hanya nilai luhur dan moral tetapi terdapat berbagai berbagai macam konsep system dan lembaga [3]. Pada akhirnya muncul dua golongan dalam umat Islam, yaitu golongan sekuler dan ulama nasionalis. Ulama Nasionalis menginginkan adanya system pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam, sedangkan kaum sekularis ingin terciptanya Negara Sekuler. Kondisi demikian akhirnya dilihat oleh Mirza Ghulam Ahmad dalam melakukan pembaharuan terhadap kondisi umat muslim dengan cara mendirikan organisasi yang diberi nama Ahmadiyah[4].



2. Tokoh Yang Mendasari Berdirinya Ahmadiyah
Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan pada tanggal 14 syawal 1250 H atau tanggal 13 Februari 1835 di Qadian, India[5]. Dia merupakan anak dari Mirza Ghulam Murtaza, seorang Qadi[6] pada pengadilan Pemerintah colonial Inggris dan istrinya berasal dari keluarga Mughal Aima yang bernama Chargh Bibi[7]. Semasa kecilnya ia mendapat dari beberapa guru yang bernama Maulvi Fazal Ilahi, Maulvi Fazal Ahmad dan Maulvi Gul Ali Shah. Mereka mangajarkan berbagai macam ilmu pada Mirza Ghulam Ahmad diantaranya ilmu Al-Qur’an, buku-buku Persia, tata bahasa, logika dan filsafat. Dengan ini dia menunjukkan ketertarikannya dalam mempelajari Agama Islam, Al-Qur’an dan juga literature agama Kristen dari gurunya Maulvi Gul Ali Shah di Batala-India[8]. Dengan ini dia semakin giat dalam melawan musuh Agama Islam di India dengan lisan dan pena.
Pda tahun 1880 Mirza Ghulam Ahmad menerbitkan maha karyanya tentang keindahan Islam yang diberi judul Braheen Ahmadiyya[9]. Buku ini berisi tentang Islam, Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW. Braheen Ahmadiyya ini juga berisi tentang klaim Mirza Ghulam Ahmad sebagai seorang mujadid pada awal abad ke-14 hijriah yang bertugas untuk menegakkan dan memurnikan Agama Islam dari segala kepercayaan atau budaya yang menyesatkan pada saat itu.
Untuk memperkuat umat islam dalam ibadah dan keimanan kepada Allah SWt dibutuhkan suatu organisasi yang kuat dan dipimpin oleh seorang organisatoris yang handal dan diridhoi oleh Allah SWT dengan mentaati dan mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu pada tanggal 23 Maret 1889 didirika organisasi agama yang bernama Ahmadiyah oleh Mirza Ghulam Ahmad. Pada saat itu dia juga menerima baiat dari orang-orang yang berjanji setia sebagai murid di kota Ludhian-India[10].
Pada awal tahun 1891, dia mengumumkan dirinya sebagai Al-Masih Al-Mau’ud dan Iman Mahdi yang kedatangannya ditunggu oleh umat Islam[11]. Klaim sebagai Al-Masih dan Imam Mahdi ini menyebabkan adanya resistensi dari pihak internal Islam dan eksternal Islam (golongan Kristen). Nama Ahmadiyah sendiri resmi digunakan sebagai organisasi pada tahun 1990[12]. Dan pada tahun 1905 Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menerima ilham dari Allah SWT bahwa ajalnya sudah dekat sehingga ia menulis sebuah risalah yang dinamakan al-wasiat. Pada saat itu juga dia mendirikan “Shadr Anjuman Ahmadiyah” (Badan Pimpinan Perkumpulan Ahmadiyah) yang bertugas memimpin gerakan Ahmadiyah sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad yang beranggotakan 40 orang dan yang bertugas sebagai ketua adalah Maulana Hakim Nuruddin[13].
Pada tanggal 26 Mei 1908 Mirza Ghulam Ahmad meninggal dunia pada usia 73 tahun, dengan ini kepemimpinan Ahmadiyah dipegang oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah. Dan pada akhirnya gerakan ini mengalami perpecahan pada mesa khalifah ke-2 pada tahun 1914, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad-putra Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1914 yang berkedudukan di Qadian,India[14]. Perpecahan ini menghasilkan dua kepemimpinan yaitu Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyah Lahore yang dipimpin oleh Khawaja Kamaludin dan Maulawi Muhammad Ali dengan Anjuman Isha’at Islam sedangkan di Indonesia disebut Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI)[15].









































BAB V
TEMUAN DAN ANALISIS DATA

BAB V
TEMUAN DAN ANALISIS DATA

1. Model Gerakan Ahmadiyah
Gerakan sosial adalah sebuah tindakan kolektif, gerakan sosial dilakukan untuk melawan sesuatu yang sudah mapan. Sesuatu yang mapan ini dinilai tidak menguntungkan bagi masyarakat atau sekelompok atau bagian dari masyarakat.
Gerakan keagamaan yang dilakukan oleh Ahmadiyah adalah suatu gerakan social yang menghendaki perubahan pada tingkat masyarakat namun hanya pada sebagian struktur saja, bukan untuk mengubah secara keseluruhan struktur yang sudah ada. Menurut pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, misi Ahmadiyah adalah untuk menghidupkan Islam dan menegakkan Syariah Islam. Tujuan didirikan Jemaat Ahmadiyah menurut pendirinya tersebut adalah untuk meremajakan moral Islam dan nilai-nilai spiritual.[16]
Saat gerakan sosial seperti ini muncul, kondisi-kondisi di luar individu dan komunitas yang dirasakan sama akan menimbulkan reaksi dengan membentuk gerakan sosial. Ketidaksetaraan, ketidakadilan dan masalah-masalah sosial akan diperspektifkan secara sama oleh para jemaat Ahmadiyah. Mereka menilai bahwa struktur yang kini ada dirasakan oleh para jemaat tidak adil, ini karena struktur melarang apa yang mereka yakini adalah kebenaran.
Dan kini Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia.[17] Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang.[18]
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad adalah pimpinan tertinggi Ahmadiyah yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.
Munculnya Mirza Ghulam Ahmad dan kini beralih pada Hadhrat Mirza Masroor Ahmad (khalifah kelima) sebagai pimpinan Ahmadiyah merupakan suatu syarat dari sebuah gerakan sosial itu bisa berjalan sebagaimana yang dikatakan oleh Eric Hoffer (1988) bahwa gerakan sosial harus dipelopori oleh manusia bijak, diwujudkan oleh manusia fanatik dan dipersatukan oleh manusia bertindak. Manusia bijak akan memberikan pengetahuan yang menjadi dasar ideologi suatu gerakan, manusia fanatik meyakini dan melaksanakan ideologi dan manusia bertindak menghimpun dan mengarahkan gerakan sosial. Oleh karena itu pimpinan tertinggi atau yang disebut khalifah oleh jamaat Ahmadiyah ini bertugas sebagai orang yang memberikan arahan dan langkah-lagkah yang harus dilakukan oleh kelompoknya. Seperti yang dituturkan oleh Samsul (41) bahwa :

“Ketika anda sedang melakukan sholat Jum’at ya Mas, khotbah yang disampaikan akan sama meskipun sholat jum’at dilakukan pada tempat yang berbeda. Jadi inti tentang apa yang disampaikan dalam khotbah jum,at akan sama meski bahasa yang digunakan bebeda. Khotbah Jum’at yang akan diberikan dilakukan menurut perintah pemimpin yang berada di tingkat internasional. Para jemaat sangat tunduk dalam menjalankan apa yang dianjurkan oleh khalifah, bahkan ketika ada penyerangan terhadap para jemaat Ahmadiyah, mereka disuruh untuk tetap tenang dan senantiasa meminta bantuan kepada Allah SWT. “

Gerakan Ahmadiyah di Indonesia telah ditetapkan sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980,lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005.[19]Dan pada 9 Juni 2008 oleh tiga menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam. Dimana inti dari SKB tersebut adalah:
1) Diberikan peringatan kepada Ahmadiyah untuk tidak menceritakan apa-apa tentang Ahmadiyah kepada orang lain (diluar Ahmadiyah).
2) Dilarang menyebarkan Ahmadiyah kepada orang lain.
3) Apabila kedua poin tersebut tidak dipenuhi maka Ahmadiyah akan diberikan sanksi.
Kondisi yang demikian menurut jemaat Ahmadiyah merupakan sebuah ketidakadilan. Seperti yang diungkapkan oleh Firdaus (28) :

“Padahal Ahmadiyah adalah organisasi yang berbadan hukum mengapa dilarang, sedangkan dulu diijinkan. Ahmadiyah adalah sebuah Aliran agama yang mempunyai pemimpin seperti apa yang diajarkan Rosullah, hal ini tidak ada dalam aliran agama Islam lain tapi kenapa malah dilarang. Tapi kami menganggap semua adalah cobaan yang diberikan oleh Allah SWT, karena kalau orang mau melakukan apa yang diperintahkan Allah kan pasti di uji. Dan ujian kan pasti ada, kalu nggak ada yang nggak akan bisa kita naik tingkan. Ya kan!!! Wong mau naik kelas aja ada ujian, kalau nggak sampai kapan ya kita tetep aja gak naik-naik.”

Jadi ini merupakan suatu pemaksaan yang dilakukan oleh kelompok yang mempunyai otoritas, terhadap kelompok yang tidak mempunyai otoritas menurut pandangan teori konflik. Dimana bahwa keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas. Disini pemaksaan itu dilakukan pada Ahmadiyah untuk mempertahankan ketertiban yang ada di dalam masyarakat, dimana peran kekuasaan sangat besar.
Seperti yang dikatakan Dahrendorf juga, menurutnya masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”.Dengan demikian posisi tertentu dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Hal ini mengarahkan Dahrendorf bahwa perbedaan otoritas selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial.
Namun demikian para jemaat Ahmadiyah di Indonesia akan tetap melakukan apa yang mereka yakini tersebut, meski ada pelarangan untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam. Itu karena para jemat Ahmadiyah ada nilai-nilai yang membut mereka untuk tetap melakukannya. Seperti yang diungkapkan Firdaus (28) :

“Kami ya tetap sholat, kan itu ibadah jadi bagaimana mungkin akan ditinggalkan padahal kita ini adalah umat muslim. Kami, bukannya takut untuk mejalankan pengajian yang biasanya kami lakukan. Kami ini hanya tunduk pada aturan dan hukum yang berlaku di Negara kita. Seperti Sabda Rosulullah bahwa ketika kami berada pada suatu wilayah kami pun juga harus mematuhi hukum yang berlaku di Negara tersebut.”
Namun para jemaat disamping memikirkan cara untuk mencapai tujuannya, mereka juga memikirkan efektifitas dari setiap cara yang dilakukan. Ini adalah suatu tindakan rasional seperti yang disinggung pertama kali oleh Weber dalam bentuk tindakan seorang individu dan apa yang melatar belakangi tindakan tersebut. Bentuk tindakan seorang individu yang tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuan, melainkan juga menentukan nilai dari tujuan itu. Seorang individu mempertimbangkan efektifitas relatif dari setiap cara dengan akibat-akibat yang mungkin bisa ditimbulkan lebih lanjut


2. Isu-Isu yang Berkembang
Dengan adanya fatwa dan SKB tentang pelarangan untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam di Indonesia. Tidak berarti akan membuat gerakan Ahmadiyah ini akan hilang di Indonesia. Justru akan sebaliknya membuat integrasi diantara mereka semakin kuat dan membuat batasan-batasan yang membedakan dari kelompok-kelompok yang lain yang semakin memperjelas identitas mereka. Seperti Lewis A. Coser,seorang dari teori konflik yang menyatakan bahwa beberapa susunan sosial bukan saja merupakan konsesus tetapi juga hasil dari konflik. Konflik dapat memperlihatkan batas-batas antar kelompok dan konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat identitas kelompok tersebut. Konflik secara fungsional positif sejauh ia memperkuat struktur atau secara fungsional negatif bila melawan struktur. Dan yang menentukan konflik secara fungsional positif atau negative tergantung pada tipe isu yang merupakan subyek konflik tersebut.
Ini bisa menjelaskan mengapa Ahmadiyah bukannya bubar tetapi semakin tinggi solidaritas dan integrasi diantara mereka.Bukan saja di Indonesia, bahkan di dunia internasional. Ini karena isu-isu yang berkembang seperti ini secara membuat terciptanya konflik yang secara fungsional positif. Seperti yang dituturkan Firdaus (28) :
““Kami ini nggak pernah binggung kalau berpergian, ini tadi saya sudah bermalam dan tinggal disini dua hari ini. Ya karena ikatan antar jemaat yang kuat, seperti Bapak Maksum yang kemarin ke Singapura, Beliau tidak binggung tinggalnya. Disana beliau juga tinggal di Masjid, selama tiga hari tidak dipungut biaya tempat tinggal dan makan.”
[1] Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dakwah Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1988), hlm. 146.
[2] Taqlid berarti megambil atau mengikuti perkataan, pendapat dan perbuatan dari orang lain dengan menyakini sepenuhnya akan kebenarannya tanpa mengadakan penelitian atas alas an-alasannya.
[3] [3] Novi Dwi Harikusuma, “Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Surabaya Dalam Empat Masa 1938-1970” (Surabaya: Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Sastra Universitas Airlangga,2005), hlm 18..
[4] Muhammad Zafrullah Khan, Ahmadiyyat The Renaisance of Islam ( Inggris: Tabshir Publication, 1978) hlm. 41-42.
[5] Purwadi Siswanto, ‘Sejarah Perkembangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Yogyakarta 1945-1985 (Studi tentang Organisasi Keagamaan)”(Yogyakarta: Sripsi tidak diterbitkan Fakultas Sastra UGM, 1990), hlm. 23.
[6] Kafrawi Ridwan. M. A (ed), Ensiklopedi Islam (Jakarta Icthiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 81.
[7] Muhammad zafrullah Khan, op. cit, hlm. 5.
[8] Ibid, hlm. 7.
[9] Profil Hadrat Mirza Ghulam Ahmad (Parung: Jemaat Ahmadiyah Indonesia, t.th)
[10] Ibid.
[11] Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang (t.tp Yayasan Raja Pena, 2001), hlm. 28.
[12]Novi Dwi Harikusuma, op, cit., hlm. 24-25.
[13] Purwadi Siswanto, op. cit., hlm. 27-29
[14] Kafrawi Ridwan, (ed), op, cit., hlm. 68.
[15] Muslich Fathoni, op.cit., hlm. 68.
[16] Http//www.Ahmadiyya.or.id/pengantar
[17] Http//www.alislam.org/introduction
[18] Http//www.Ahmadiyya.org
[19] Http//www.mui.or.id/mui.in/fatwa php?id=131

2 Komentar:

Pada 7 November 2008 pukul 02.41 , Blogger peace movement mengatakan...

alooooooo
ni grace, hehehehe

mo tanya
bisanya saya cuma tanya
gak papa kan?

masalah ahmadiayah ini apa pihak dari masyarakat punya respon untuk mendukung gerakan yang isu-isunya mereka memiliki paham yang berbeda dari orang kebanyakan?lalu mereka ini asal gerakannya dasarnya apa???apakah dari sejarah dan isu politik yang anda sajikan ini nantinya akan berpengaruh bagi masyarakat akan keberadaan kelompok gerakan ini?????

sekian terimakasih..


eeeiiiiiiiiiitttttttt
mohon maap atas kesalahan yang saya buat mumpung baru lebaran 2 bulan yang lalu.
kunjungi blog kami juga yaa buat melengkapi laporan penelitian kami selanjutnya...sampun matur nuwun...

 
Pada 11 Desember 2008 pukul 21.41 , Blogger gersos mengatakan...

terima kasih atas saran dan komentarnya

Darul khotimah/064564022
Karena P2TP2A ini lebih memfokuskan perlindungan terhadap perempuan karena perempuan dari dulu selalu tertindas buktinya bahwa korban terbanyak dalam kasus KDRT adalah isteri, atau mencapai 85% dari total korban. Anak perempuan adalah korban terbanyak ketiga terbanyak, setelah pacar. Pada kasus kekerasan dengan korban anak, ada juga kasus dimana pelakunya adalah perempuan dalam statusnya sebagai ibu. Menurut pengamatan Komnas Perlindungan anak, sebagian besar ibu yang menjadi pelaku KDRT adalah sudah terlebih dahulu menjadi korban kekerasan oleh suaminya, atau berada dalam tekanan ekonomi yang luar biasa akibat pemiskinan yang dialami oleh kebanyakan anggota masyarakat tempat ia tinggal.

Veni 064564204
Memang tidak semua perempuan menginginkan untuk meningkatkan status, posisi, dan kondisi perempuan agar dapat mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki. Tetapi perempuan sekarang menginginkan agar mereka tidak tertindas dan terendahkan sehingga laki-laki tidak berbuat seenaknya, karena apabila ada masalah dalam keluarga perempuanlah yang di aniaya dan mengakibatkan gunjangan mental tidak jarang para perempuan itu mengalami depresi yang cukup hebat dan trauma. Karena itulah p2tp2a lebih mengutamakan perlindungan terhadap perempuan.


Sobirin/064564023
1. walaupun pada dasarnya perempuan dan laki-laki dikodratkan untuk tidak san peran dan statusnya tetapi tidak seharusnya tidak tetjadi kekerasan. bahwa perbaikan kualitas hidup tersebut terkait dengan pemenuhan kepentingan jender, kaum perempuan, baik yang bersifat praktis maupun yang bersifat strategis. Kepentingan gender mulai muncul dari relasi dan pengambilan posisi diri seksual sehingga secara spesifik mempengaruhi baik perempuan maupun laki-laki. Kepentingan jender kaum perempuan di bangun oleh faktor-faktor historis, politis, dan kultural serta merefleksikan posisi dan prioritas khusus kelompok perempuan tertentu. Secara umum kepentingan gender strategis kaum perempuan merujuk pada kebutuhan untuk melakukan tranformasi sosial guna menghapuskan subordinasi struktural yang dialami perempuan. Seperti yang dikatakan Erma(40): Kepentingan ini bisa mencangkup penyingkiran bentuk-bentuk pelembagaan diskriminasi, kesederajatan, hak politik maupun penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan kepentingan jender praktis kaum perempuan lebih merujuk pada pemenuhan kebutuhan mendesak yang muncul dari tatanan dan rezim jender yang ada tanpa harus memepertanyakan kesenjangan jender dan sosial yang melatarbelakanginya.

2. Lembaga ini menempatkan kekerasan dalam rumah tangga sebagai persolan publik. Salah satu yang ditangani Salah satu persoalan yang mendapat perhatian serius dari gerakan hak perempuan pada lima tahun pertama dari era reformasi adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) khususnya kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri dan oleh orang tua terhadap anak. Pada masa itu, kasus-kasus KDRT sulit untuk diselesaikan secara hukum. Hukum Pidana Indonesia tidak mengenal KDRT, bahkan kata-kata kekerasan pun tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kasus-kasus pemukulan suami terhadap isteri atau orang tua terhadap anak diselesaikan dengan menggunakan pasal tentang penganiayaan, yang kemudian sulit sekali dipenuhi unsur-unsur pembuktiannya, sehingga kasus yang diadukan, tidak lagi ditindaklanjuti.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda